Monday, November 15, 2010

Akibat Pura-pura Tuli

Ababil--ABG Labil--cocok sekali dengan keadaan remaja saat ini. Biasanya fase ini terjadi pada rentang usia 11 tahun hingga 18 tahun. Walaupun sebenarnya banyak juga yang mengalami kedewasaan yang lebih cepat dari biasanya ataupun mungkin memang pada dasarnya sifatnya memang tak banyak menuai kontroversi. Tanda-tanda remaja yang terkategorikan ababil itu banyak, kalau anda berpikir bahwa salah satu dari mereka itu gue mungkin ada benarnya juga.
Sebagian anak remaja menolak untuk disebut ababil. Well, in my opinion, ababil itu ga buruk kok. Justru ini adalah proses yang normal dari kedewasaan seseorang. Ga mau kan disebut "ga normal"?. Ya, terserah masing-masing orang sih mau lihat keberadaan ababil dan artinya dari sisi yang mana. Mau dibilang ganggu atau ga itu ih hak etiap manusia untuk berpendapat. Indonesia kan negara demokrasi yang "katanya" menjunjung tinggi musyawarah dan menghargai pendapat semua masyarakat. Tapi, akan gue yakinkan bahwa gue bukan ababil yang ganggu.
Alkisah sekelompok remaja, mereka sedang berada pada puncak emosi yang amat tinggi dimana mereka akan menghadapi ujian nasional. Mungkin pada saat itu ujian nasional tinggal dihitung dengan minggu. Pastinya saat itu para siswa di seluruh Indonesia, baik yang di kota maupun desa di pelosok sekalipun sedang kalang kabut menunggu hari pertempuran. Salah satu dari sekelompok remaja itu adalah gue, hari itu cuaca agak sedikit mendung. Angin berhembus tak seperti biasanya, suasananya agak sedikit horror. Kala itu gue berencana melepas kepenatan dengan duduk-duduk sejenak di McD Lodaya (Lo Datang harus gaYa--Andro) bersama Marina Trisnanti, Mufti Megah Sari dan Dwi Octaviani, sambil makan tentunya. Kami menghilangkan obrolan seputar pelajaran, kami sengaja meninggalkan dunia pendidikan untuk kesekian kalinya. Karena kami memang tak pernah membuka topik tentang pelajaran di luar jam sekolah. Ah, itu hanya akan membuat kami muak saja. Bayangkan! kami sudah lelah belajar berjam-jam dengan tekanan dan rasa ingin segera mengakhiri semua perjuangan yang kami tempuh selama 3 tahun yang serasa 3 abad jika anda menghabiskannya di sekolah bernama YPHB.
Singkat cerita, semua keluh kesah telah kami ungkapkan, hari sudah mulai sore. Tadinya kami berencana untuk pulang, tapi karena statement yang agak menyesatkan kami mengurungkan niat tersebut.
Setan-setan bergentayangan dan memenuhi gendang telinga kami, bahkan telepon dari mama Marina tak mengurangi semangat setan-setan tersebut untuk sekedar menggoda kami. Bunyinya "Hei, kapan lagi kita main ke Boqer, udah mau ujian gitu, ayolah mar ga usah pulang. Terakhir deh". Setan-setan itu membisikkan kata-kata penuh dosa itu ke dalam gendang telinga, seketika kata-kata itu merasuki otak labil kami lalu diterjemahkan dalam bentuk kata-kata yang terucap begitu saja.
Akhirnya, perdebatan antara setan dan malaikat-pun dimenangkan oleh setan. Perjalanan kami lanjutkan di tengah suasana mendung hebat, sepertinya tak akan lama lagi turun hujan. Kami tetap memaksakan diri melangkahkan kaki menuju pusat perbelanjaan paling hip di kota hujan.
Sebenarnya tak ada kegiatan yang akan kami lakukan disitu, hanya sedikit berjalan-jalan dan memanjakan mata dengan pemandangan segar, lelaki muda yang tampan, baju-baju bagus dan makanan lezat menjadi pemandangan yang lumrah tapi seakan tak henti-hentinya mendatangi mata dan membutakan segalanya (berlebihan tampaknya). Kami langsung menuju lantai paling atas untuk sekedar mengecek film paling hot saat ini kemudian segera bertolak ke arah D'Oryza melewati deretan toko-toko. Kami meluangkan waktu sebentar di Strawberry untuk membeli beberapa aksesoris. Tak lama kemudian PRAAAAAAAAAAAANG, bunyinya menggema dan sungguh mengagetkan. Gue kira itu hanya suara piring yang pecah, tapi ternyata suara kaca yang pecah karena diterpa badai (mungkin namanya hujan lebat dan angin ribut, badai juga boleh lah). Orang-orang panik sekali, termasuk gue. Gue kira ada gempa atau apalah itu, gue takut jadi korban runtuhnya bangunan ini. Karena akan sangat ga lucu ga ikut ujuan karena bencana serupa seperti yang baru-baru ini santer terdengar di beberapa stasiun TV. Yang ada dalam pikiran gue saat itu adalah, bagaimana caranya gue cepet-cepet keluar dari bangunan ini? Sedangkan gue ada di lantai paling atas dan orang-orang berebutan naik eskalator. Sumpah, waktu itu yang gue pikirin cuma ga mau cepet-cepet mati. Sesekali gue istighfar, jaga-jaga aja kan kali aja (amit-amit) this the end of my life. Tapi akhirnya kita sampai di bawah, seenggaknya ga ada di ruangan yang banyak kacanya, walaupun agak ngeri juga liat orang yang berdarah-darah kena pecahan kaca. Legaaaaa rasanya, sensasinya ga kalah lah ama naek roller coaster.
Keputusan kami sungguh salah, benar-benar bodoh bagi kami untuk mempercayai hasutan setan. Tapi apa boleh buat. Kejadian ini biarlah menjadi kenangan yang jadi pelajaran buat semuanya. Jangan pernah ngebantah apa kata orang tua apalagi nyokap. Begini nih hasilnya, haha. Tapi kita bersyukur sih karena kita ga kenapa-kenapa dan pulang dengan selamat sampe hari ini. Walaupun awalnya trauma di minggu pertama.

No comments:

Post a Comment